Cerai Saat Hamil dapat dilakukan. Tidak ada larangan hukum bagi seorang suami untuk mengajukan cerai talak atau seorang istri mengajukan gugatan cerai saat sedang hamil. Namun ada beberapa pertimbangan yang perlu anda perhatikan, khususnya pada perceraian yang akan anda hadapi dalam kondisi hamil
Baca : Syarat Mengajukan Cerai Saat Hamil
Bagaimana Cara Mengajukan Gugatan Cerai Saat Hamil?
Prosedur mengajukan cerai saat hamil sebenarnya sama saja dengan prosedur mengajukan cerai pada umumnya. Bagi yang beragama Islam, tentunya pengajuan gugatan ditujukan ke Pengadilan Agama setempat. Dan bagi non-Muslim, pengajuan gugatan ditujukan ke Pengadilan Negeri setempat. Gugatan Cerai dapat diajukan secara mandiri maupun dengan bantuan kuasa hukum/pengacara.
Apabila anda mengajukan gugatan sendiri, ada beberapa dokumen yang hendaknya anda lengkapi sebelum mengajukan gugatan. Diantaranya adalah :
- Fotokopi KTP Penggugat/Pemohon (melampirkan surat ket. domisili dari Kelurahan jika alamat KTP berbeda dengan alamat domisili)
- Fotokopi buku nikah/Duplikat buku nikah
- Fotokopi Surat Izin Perceraian dari institusi (jika pihak berstatus Pegawai Negeri Sipil (PNS), TNI & Polri)
- Fotokopi Surat Keterangan Ghoib dari Kelurahan (jika suami tidak diketahui keberadaannya minimal 6 bulan dari sekarang)
- Fotokopi Surat Keterangan Tidak Mampu yang dibuat di Kelurahan dan dicap sampai Kecamatan (jika Penggugat warga tidak mampu/miskin)
- Surat Gugatan/Permohonan yang ditujukan kepada Ketua Pengadilan Agama Depok (di Posbakum) sumber : pa-depok.go.id
Mengajukan Cerai Saat Hamil Menurut Hukum di Indonesia
Hukum positif di Indonesia tidak mengatur secara pasti perceraian yang dilakukan pada saat hamil. Dalam UU Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan yang telah diubah dengan UU No. 16 Tahun 2019 hanya menjelaskan tentang perceraian hanya dapat dilakukan di depan sidang pengadilan setelah pihak yang mengajukan memberikan alasan yang sah.
Alasan-alasan perceraian sebagaimana diatur dalam pasal 39 ayat 2 a yang berbunyi :
- Salah satu pihak berbuat zina atau menjadi pemabok, pemadat, penjudi dan lain sebagainya yang sukar disembuhkan;
- Salah satu pihak meninggalkan yang lain selama 2 (dua) tahun bertutut-turut tanpa izin pihak yang lain dan tanpa alasan yang sah atau karena hal lain diluar kemauannya;
- Salah satu pihak mendapat hukuman penjara 5 (lima) tahun atau hukuman yang lebih berat setelah perkawinan berlangsung;
- Salah satu pihak melakukan kekejaman atau penganiayaan berat yang membahayakan terhadap pihak yang lain;
- Salah satu pihak mendapat cacat badan atau penyakit yang mengakibatkan tidak dapat menjalankan kewajibannya sebagai suami/isteri;
- Antara suami dan isteri terus menerus terjadi perselisihan dan pertengkaran dan tidak ada harapan akan hidup rukun lagi dalam rumah-tangga.
Dalam Kompilasi Hukum Islam (KHI) juga tidak ada pasal yang menjelaskan secara spesifik tentang status kehamilan yang menjadi penghambat perceraian
Alasan-alasan tersebut dapat dijadikan bahan pertimbangan oleh hakim dalam mengkabulkan gugatan perceraian anda. Namun tentu saja, hakim tetap akan mencoba mendamaikan antara anda dan pasangan anda dengan cara mediasi, melihat kondisi anda yang sedang mengandung, tentunya hakim beranggapan bahwa keputusan anda untuk bercerai bukan murni keputusan secara logis melainkan karena faktor emosional.
Hubungi kami untuk konsultasi terkait masalah perceraian yang anda hadapi. Anda dapat menggunakan bantuan Pengacara WDY & Partners apabila merasa keberatan dengan prosedur yang ada.
PROFIL PENGACARA
Wuri Dyah Yuliastri
S.H. M.H.
Legalitas Praktek Advokat dan Konsultan Hukum
- Berita Acara Pengambilan Sumpah Ketua Pengadilan Tinggi Jateng tanggal 24 Oktober 2002
- KTPA Nomor 02.10216
- Surat Keputusan Ketua Pengadilan Tinggi Jawa Tengah Nomor : W9-Da.23.KP.04.13-TAHUN 2002 tanggal 24 Oktober 2002
Praktek Pengacara sejak tahun 2002 s.d sekarang