Tidak sedikit orang yang bersengketa hanya karena warisan dikarenakan kurangnya ilmu pengetahuan tentangnya. Masalah warisan, didalam masyarakat kita memang sering menimbulkan perselisihan yang mungkin akan mengakibatkan pecahnya keakraban persaudaraan.
PENGERTIAN AHLI WARIS
Setiap orang yang berhak atas harta peninggalan pewaris dan berkewajiban untuk membayar hutang pewaris disebut ahli waris. Hak dan tanggung jawab ini berlanjut setelah pewaris meninggal dunia. Hak waris didasarkan pada hubungan perkawinan, hubungan darah, dan surat wasiat, yang semuanya diatur oleh hukum.
Dalam Pasal 833 ayat 1 KUHPdt dinyatakan bahwa setiap ahli waris secara hukum memiliki hak milik atas semua harta kekayaan pewaris yang meninggal dunia. Selain itu, Pasal 874 KUHPdt menyatakan bahwa ahli waris seseorang yang meninggal dunia berhak atas harta kekayaan mereka menurut undang-undang. Setiap surat wasiat yang dibuat tidak dapat dianggap sebagai penetapan yang sah.
Pasal tersebut pada dasarnya didasari oleh asas “le mort saisit le vif”, yang berarti bahwa orang yang mati memegang orang yang masih hidup, adalah dasar dari artikel di atas. Menurut asas ini, setiap benda harus memiliki pemilik. Menurut Pasal 834 B.W., setiap ahli waris memiliki hak untuk menuntut dan memperjuangkan hak warisnya.
Seorang ahli waris, berdasarkan haknya sebagai ahli waris, berhak untuk menuntut upaya apa pun yang diserahkan kepadanya, termasuk harta peninggalan si meninggal. Menurut maksudnya, hak penuntutan ini harus ditujukan kepada orang yang menguasai benda warisan dengan maksud untuk memilikinya, seperti halnya hak pemilik benda warisan.
Oleh karena itu, penuntutan tidak boleh ditujukan pada orang yang hanya memegang benda itu—orang yang memilikinya berdasarkan hubungan hukum dengan si meninggal, seperti sewa. Tidak mungkin tuntutan tersebut ditujukan kepada seorang executeur—yaitu, seorang curator atas harta yang tidak diurus—atau kepada seorang executeur.
Dengan menggunakan hak penuntutan, seorang ahli waris dapat menunjukkan dalam gugatannya bahwa ia adalah ahli waris dari orang yang meninggal dan semua barang yang dimintanya kembali, termasuk benda peninggalan.
Setiap ahli waris memiliki hak untuk menuntut pembagian harta warisan meskipun ada larangan dalam Pasal 1066 ayat 2 KUHPdt. Karena itu, harta warisan tidak dapat dibiarkan tidak terbagi selama lebih dari lima tahun.
Dengan kata lain, ahli waris berhak atas harta warisan karena, meskipun bayi baru lahir, semua orang dapat mewarisi, kecuali undang-undang menetapkan bahwa ada individu yang tidak pantas atau tidak layak menerima warisan karena perbuatan mereka.
Menurut Pasal 838 KUHPdt, orang yang tidak patut menjadi ahli waris (dikecualikan dari pewarisan) adalah mereka yang:
- telah dijatuhi hukuman karena bersalah telah membunuh atau mencoba membunuh orang tua mereka;
- Mereka yang, berdasarkan keputusan hakim, dipersalahkan karena fitnah telah memberi tahu pewaris bahwa mereka telah melakukan kejahatan yang mengancam hukuman penjara 5 (lima) tahun atau lebih berat;
- menggunakan kekerasan untuk menghalangi pewaris untuk membuat atau mencabut surat wasiat;
- menyalahgunakan, merusak, atau menipu surat wasiat pewaris
Selain itu, undang-undang melarang seseorang yang berhubungan dengan pekerjaan atau jabatan si meninggal untuk memanfaatkan surat wasiat yang dibuat oleh si meninggal. Mereka diantaranya adalah termasuk saksi—saksi yang menyaksikan pembuatan testament, pendeta yang memimpin, dan dokter yang membantu si meninggal selama sakitnya yang terakhir. Notaris yang membuat testament juga termasuk dalam kelompok ini.
Perantara dari orang-orang ini bahkan dapat dibatalkan dengan memberikan waris kepada mereka dalam surat wasiat. Anak-anak dan isteri orang yang tidak diperbolehkan menerima warisan dan keinginan itu diangap sebagai perantara ini oleh undang-undang.
Pasal 912 juga menyatakan alasan mengapa seseorang tidak layak menjadi waris, seperti yang dinyatakan dalam Pasal 838. Selain itu, berfungsi sebagai penghalang untuk menerima pemberian, termasuk pemberian dalam suatu testament, kecuali pasal 912 tidak menyebutkan orang yang mencoba membunuh orang yang meninggalkan warisan.
Jika orang yang meninggal tetap memberikan warisan kepada seorang yang telah melakukannya, itu dianggap sebagai “pengampunan” bagi orang itu.